Site icon SuaraJakarta.co

Peran Pemuda dalam Pemilu

Arip Perbawa | SuaraJakarta.co

PEMILIHAN Umum 2014 masih sekitar satu tahun lagi, namun hiruk pikuknya mulai terasa sangat gencar. Beberapa partai politik, baik yang baru didirikan maupun yang sudah lama ada akan bersaing untuk memperebutkan dukungan masyarakat, termasuk salah satunya pemuda. Hamper setiap kegiatan pemilu, peran pemuda cukup mendominasi, bahkan ada yang melampaui 90 persen dari keseluruhan masa yang hadir dalam kampanye. Ketika juru kampanye meneriakan yel ataupun jargon parpolnya, sambutan pemuda tampak begitu semarak sekali.

Tak dapat dipungkiri, dukungan pemuda dalam setiap pemilu tak pernah surut. Tidak saja di Indonesia, di setiap Negara manapun partisipasi pemuda dalam pemilu selalu dominan. Yang menjadi pertanyaannya adalah apakah animo pemuda terhadap politik ini dikarenakan hati nuraninya atau ada hal lain, seperti ikut-ikutan saja?

Sejak era sebelum kemerdekaan, pasca kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, sampai Orde Reformasi partisipasi pemuda dalam menyuarakan demokrasi itu tak diragukan lagi. Sumpah pemuda yang dikumandangkan 1928, proklamasi kemerdekaan 1945, dan reformasi 1998, menunjukkan bahwa peran pemuda dalam kebangkitan bangsa memang begitu dominan dan strategis. Ini dikarenakan pada masa ini (pemuda), punya kekuatan otot dan otak yang kuat. Kata kasarnya apapun bisa dilakukan oleh pemuda. Seperti kata Soekarno, berikan saya sepuluh orang pemuda, maka akan ku goncang dunia ini.

Pemilu merupakan ajang pesta demokrasi rakyat, digelar setiap lima tahun sekali. Tentu saja banyak pemuda yang untuk pertama-kalinya memiliki hak pilih. Lantas, ke Parpol manakah sebagian besar pemuda menyalurkan aspirasinya. Nah, hal inilah yang perlu digarap secara cermat oleh setiap Parpol. Jumlah suara pemuda itu puluhan juta, tentu saja diperlukan perlakuan khusus untuk mendekati kalangan pemuda.

Dalam massa kampanye yang berlangsung beberapa pekan, tentu saja setiap Parpol akan beradu jurus atau strategi untuk memperoleh dukungan pemuda. Ada yang memasang jurus klasik, umpamanya dengan penawaran program yang menyangkut kepentingan pemuda. Ada juga Parpol yang mendekati pemuda dengan menggunakan jurus yang berbau psikologis, artinya apa yang menjadi minat dan kecenderungan pemuda lantas disajikan selama masa kampanye. Tak heran menjelang Pemilu 2014 beragam kecanggihan teknologi informasi akan dimanfaatkan Parpol, misalnya situs jejaring social.

Karena pemuda cenderung lebih suka hiburan, hura-hura dan kumpul-kumpul, maka berbagai hiburan pun digelar, mulai dari menampilkan music rock, dangdut, pop, hingga berupaya menampilkan selebritis idola kaula muda. Beberapa selebritis yang berhasil masuk parlemen terutama karena dukungan pemuda.

Tak dapat dipungkiri, bahwa dengan cara menampilkan selebritis kesohor, dengan sendirinya jumlah masa kampanye akan membludak, terutama kalangan pemilih berusia muda. Bagi Parpol yang kantungnya tebal, upaya mendatangkan selebritis memang tidak sulit, berapapun honornya mampu membayarnya. Namun bagi Parpol dengan kantung pas-pasan memang cukup sulit untuk menampilkan artis dalam kegiatan kampanye, kecuali jika sang artis dengan suka rela dan ikhlas mendukungnya.

Sebagai gambaran yang menujukkan betapa efektifnya unsur hiburan dalam mengumpulkan massa, umpamanya pada Pemilu 1982 lalu, dalam suatu kampanye di Jakarta, sebuah Parpol bisa menghadirkan satu juta massa, terutama karena kehadiran Rhoma Irama beserta Grup Soneta yang saat itu mencapai puncak kejayaan. Sebagian besar dari massa yang hadir, tentu saja dari kalangan pemuda. Dalam Pemilu 2014 Parpol yang sanggup mendatangkan komedian Sule atau Tukul dalam kampanyenya sudah bisa diduga akan kebanjiran masa. Persoalannya apakah 2014 keduanya masih eksis, atau mungkin sudah tergeser selebritis lain.

Untuk meraih suara dan simpatik pemuda, maka tak heran jika para tokoh Parpol dan para jurkam yang sebenarnya sudah tak muda lagi kembali berpenampilan muda, bahkan dipanggung kampanye tak segan-segan untuk berjoget, bernyanyi dan berteriak-teriak histeris. Dalam arena kampanye memang para “koboy kolot” banyak bermunculan, tampak begitu dinamis dan sangat memikat penampilannya, bahkan tampak lebih muda dari para pemuda. Tentu saja para pemuda akan segera jatuh simpatik pada tokoh Parpol yang demikian.

Pemuda memang identik dengan gairah, semangat, demokrasi dan keterbukaan. Pemuda tak menyukai segala sesuatu yang loyo dan muluk-muluk, pemuda memang amat menyukai realita. Dengan demikian, salah satu “jurus” untuk meraih dukungan pemuda dalam Pemilu 2014 ialah dengan menawarkan keterbukaan, program yang tidak muluk-muluk serta realistis.

Dalam setiap acara kampanye, gairah pemuda seperti terbakar dan makin bergelora. Dalam setiap kampanye ketergantungan Parpol terhadap kalangan pemuda begitu tinggi, karena sebagian besar dari massa yang hadir memang para pemuda. Sudah sewajarkan keikutsertaan pemuda tidak disia-siakan, apalagi jika ditanamkan perasaan sentimen atau prasangka yang buruk terhadap Parpol lain, hingga dikhawatirkan menimbulkan perpecahan antar pemuda.

Kampanye harus dijadikan ajang untuk mendidik dan memberikan pengalaman bagi para pemuda, sama sekali bukan untuk memecah belah kekompakan pemuda. Selayaknya di antara Parpol terjadi kerjasama dan kekompakan, terutama untuk menggelar pesta demokrasi yang bersih, termasuk menumbuhkembangkan kesadaran berbangsa dan bernegara bagi kalangan pemuda. Jangan sampai peran pemuda dalam pemilu hanya ikut-ikutan saja. Untuk para politisi senior, berikanlah contoh terbaik bagi para pemuda. [SJ/ Foto : Istimewa)

*Management-Faculty of Economics and Bussines, University of Padjadjaran

Exit mobile version