SuaraJakarta.co, JAKARTA – Baru baru ini kita melihat fenomena yang sangat memalukan di parlemen. Dimana terjadi kericuhan dikalangan anggota dewan, seperti saat sidang perumusan UU MD3, RUU Pilkada, sampai terakhir beberapa fraksi partai politik di DPR membuat DPR tandingan. Sungguh ini sangat memalukan dan mencederai nilai nilai demokrasi di Indonesia. Perbedaan pendapat yang berujung pada kericuhan di parlemen seakan melahirkan tanda tanya besar bagi rakyat Indonesia. Apakah perbedaan pendapat tersebut murni untuk mendukung kepentingan rakyat atau mendukung kepentingan politik sepihak?.
Belum lama Koalisi Indonesia Hebat (KIH) membuat DPR tandingan karena tidak puas dengan hasil sidang yang menjadikan politkus politikus dari partai politik yang tergabung di dalam Koalisi Merah Putih (KMP) menjadi pemimpin Komisi Komisi di DPR RI priode 2014-2019. Dari semua Komisi, KMP memang berhasil menyapu bersih jabatan Ketua dan Wakil Ketua Komisi. Namun yang dilakukan KIH dengan membentuk DPR tandingan, menandakan tidak adanya kedewasan berpolitik. Seharusnya KIH tetap menerima dan menghargai hasil sidang tersebut.
Dengan dibentukanya DPR tandingan, seakan ini menandakan bahwa ada “Oposisi dalam Oposisi” di parlemen. Telah kita ketahui bersama bahwa KMP adalah oposisi pemerintah. Namun, walaupun KMP menjadi oposisi pemerintah, penguasa parlemen tetap di tangan KMP. Karena segala posisi strategis mulai dari Ketua MPR dan Wakil Ketua MPR, Ketua DPR dan Wakil Ketua DPR, serta Ketua Komisi DPR dan Wakil Ketua Komisi DPR dikuasai oleh koalisi pimpinan Prabowo tersebut. Cuma yang mengejutkan kita semua, KIH yang tidak memiliki kekuatan di DPR malah seakan menjadi oposisi KMP.
Pembentukan DPR tandingan tentu malah bisa memperuncing permasalahan yang ada. Jangan sampai nanti lahir MPR tandingan, bahkan Presiden beserta Kabinet tandingan. Kalau sampai terjadi hal seperti itu mau dibawa kemana negara kita. Partai partai politik yang tergabungan dalam KIH harus menerima hasil ini. Karena sesungguhnya hasil ini adalah hasil yang sudah ditentunkan sesuai alurnya, yakni pemilihan dengan one man one vote.
Sebaiknya pembentukan DPR tandingan disegerakan untuk dibubarkan. Karena pembentukan DPR tandingan juga akan menghambat program program kerja negara. Lebih baik bagi yang kalah dalam parlemen bisa menerima secara dewasa dan terus mengawal kebijakan yang dikelurakan. Kalau dirasa kebijakan yang dikeluarkan merugikan negara dan rakyat banyak, kita harus mengkritisinya bahkan harus mengggaalkannya. Namun jika kebijakan itu bermanfaat bagi negara dan rakyat banyak, kita patut mendukung dan mengapresiasi. Jangan sampai jika ada kebijkan yang bagus, bukan didukung melainkan di kritik habis habisan dengan tujuan tujuan politik dibelakang. Ketegangan Pilpres sudah berlalu sejak lama. Dan ketegangan politik tersebut jangan lagi dibawa ke dalam pemerintahan yang sedang bekerja. Lebih baik bersatu dan terus memajukan kesejahteraan rakyat.
Penulis: Pandu Wibowo, Mahasiswa Ilmu Politik UIN Jakarta / Peneliti CIDES