Bandung merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia dengan jumlah penduduk mencapai 2,4 juta jiwa. Jumlah penduduk ini berbanding lurus dengan sampah rumah tangga yang dihasilkan. Sampah rumah tangga ini akan menjadi masalah jika tidak dipilah karena sulit di daur ulang. Faktanya di Bandung, pemerintah belum bisa melakukan pemilahan dan pengolahan sampah dengan baik, terorganisir, dan bertahan lama. Padahal sudah tertulis dengan jelas di UU no 8 tahun 2008 pasal 5 bahwa pemerintah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik.
Ketiadaan program dari pemerintah yang baik, terorganisir, dan bertahan lama dalam pemilahan dan pengolahan sampah diakibatkan belum adanya lembaga tertentu yang khusus bertugas memilah dan mengelola sampah, terutama sampah rumah tangga. Selama ini, pengelolaan sampah berada di bawah kendali PD Kebersihan Bandung. Tugas PD Kebersihan yang terlalu banyak dan terpusat menyebabkan program pemilahan dan pengelolaan sampah tidak berjalan efektif. Selain itu, pengelolaan sampah juga tidak berjalan baik karena kurangnya.
pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk memilah sampah serta manfaat apa yang didapat jika sampah tersebut dipilah dan dikelola dengan baik. Buruknya jalur distribusi sampah yang telah dipilah juga menjadi penyebab yang serius. Sampah yang telah dipilah oleh masyarakat ditingkat keluarga atau RT/RW, biasanya akan dicampur kembali ketika sudah sampai di Tempat Pembuangan Sementara(TPS). Hal ini tentu menyebabkan program pemilahan sampah menjadi tidak berguna karena pada akhirnya sampah dicampur kembali sehingga tidak dapat diolah dan didaur ulang.
Kurangnya usaha pemerintah dalam membangun sistem manajemen sampah yang baik serta merangkul universitas dan lembaga penelitian yang ada di Bandung dalam menerapkan teknologi yang tepat untuk mengolah sampah menjadi pelengkap penyebab pengelolaan sampah di Bandung tidak berjalan dengan baik, terorganisir, dan bertahan lama.
Teknologi pengolahan sampah dan pemilahannya sudah ada dan banyak diterapkan di negara-negara maju. Oleh karena itu, hal yang harus menjadi fokus pemerintah bukan teknologinya, melainkan manajemen sampah yang baik untuk membuat sistem yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Saya merekomendasikan dibentuknya lembaga pengelola sampah di tingkat kecamatan sebagai solusi untuk meningkatkan produktivitas pengolahan sampah.
Lembaga di tingkat kecamatan ini mempunyai keunggulan yaitu program yang dijalankan akan lebih efektif dan efisien karena jangkauan akan lebih merata dan solusi yang diberikan akan tepat sasaran karena setiap kecamatan memiliki permasalahan spesifik terkait sampah.
Lembaga ini akan berperan untuk mengubah pola hidup masyarakat agar terbiasa dalam memilah sampah, menampung sampah yang telah dipilah, menjamin pemilahan telah dilakukan dengan baik, mengatur distribusi sampah yang telah dipilah, dan menjadi center of knowledge bagi masyarakat dan pemerintah daerah di tingkat kecamatan.
Peran dalam mengubah pola hidup masyarakat dapat dilakukan dengan sosialisasi secara konsisten, rutin, dan merata untuk menanamkan kebiasaan memilah sampah. Paralel dengan usaha mengubah pola pikir, lembaga ini juga harus membuat jalur distribusi sampah dari rumah tangga ke tempat pembuangan sementara(TPS) di kecamatan agar dalam kondisi tetap terpilah.
Sampah yang belum dipilah tidak dapat diolah atau didaur ulang. Oleh karena itu, pemilahan sampah ini menjadi sangat penting. Setelah dipilah dalam kondisi yang baik di tingkat kecamatan, sampah tersebut dikirim ke tempat pembuangan akhir (TPA) dalam kondisi siap diolah dan didaur ulang. Selain ke TPA, sampah tersebut juga dapat dikirim ke industri, terutama industri besar, yang memerlukan sampah tersebut dalam jumlah besar sebagai bahan baku. Sampah tersebut juga bisa langsung digunakan oleh UKM di tingkat kecamatan yang membutuhkannya dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Pendistribusian sampah ke TPA atau ke UKM merupakan peran lembaga ini sebagai pengatur distribusi sampah di wilayahnya.
Peran material enginer serta environmental engineer sangat penting dalam menciptakan lembaga ini sebagai center of knowledge yang mampu memberikan solusi terkait permasalahan sampah yang ada di suatu kecamatan tertentu.
Uang yang dihasilkan dari pengolahan sampah ini akan dijadikan insentif bagi masyarakat di kecamatan tersebut sehingga semakin banyak sampah yang diolah maka insentif akan semakin besar. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan semangat masyakat dalam memilah sampah.
Dapat disimpulkan bahwa lembaga pengelola sampah di tingkat kecamatan dapat menjadi solusi yang tepat dalam meningkatkan produktivitas pengolahan sampah karena sosialisasi dapat dilakukan lebih merata dan menyeluruh, solusi yang dihasilkan akan lebih tepat sasaran karena wilayah cakupannya kecil, kualitas sampah yang dipilah sudah baik di tingkat kecamatan, dan membuka peluang kerja di daerah di mana lembaga tersebut beroperasi.
Penulis: Wanda Yusuf Alvian, Mahasiswa Teknik Material Institut Teknologi Bandung