Pangan merupakan salah satu kebutuhan yang paling krusial untuk kelangsungan hidup umat manusia. Karena hal tersebut, pangan yang kita konsumsi harus terjamin baik keamanan maupun kualitasnya. Pola produksi pangan yang bersifat berkala oleh alam ditengah kebutuhan pangan manusia yang bersifat rutin menyebabkan pengawetan pangan menjadi syarat wajib untuk ketersediaan pangan. Terdapat beberapa alternatif yang telah lama diketahui dapat digunakan untuk pengawetan pangan seperti proses pengeringan, pengasinan,fermentasi dan proses termal. Diantara berbagai alternatif tersebut, teknologi pengawetan pangan yang paling populer di dunia beberapa abad belakangan adalah proses termal. Menurut Kusnandar et al dalam Buku Prinsip Teknik Pangan,proses termal memiliki tujuan utama untuk membunuh mikroba pembusuk dan patogen dengan pemanasan sehingga dapat meningkatkan keamanannya dan memperpanjang daya awetnya dalam jangka waktu tertentu. Proses termal juga menyebabkan inaktivasi enzim perusak sehingga mutu produk pangan lebih stabil selama penyimpanan, memperbaiki mutu sensori (warna, tekstur, flavor sehingga menjadi lebih disukai dan menyebabkan perubahan daya cerna makanan, misalnya terhadap protein dan karbohidrat. Dewasa ini,proses termal telah diaplikasikan pada beberapa macam produk pangan seperti makanan kaleng, susu dan sari buah. Setelah mendapatkan perlakuan proses termal dengan suhu tinggi pada berbagai variasi suhu dan waktu, keawetan bahan pangan dapat dipertahankan hingga 6 bulan atau lebih.
Namun, proses termal yang diaplikasikan untuk produk pangan harus dikontrol dengan sangat cermat. Karena apabila proses termal untuk bahan pangan tidak mencukupi atau berlebihan, terdapat berbagai dampak negatif terhadap keamanan dan kualitas pangan diantaranya adalah resiko terjadinya pertumbuhan mikroba patogen yang dapat menyebabkan masalah kesehatan maupun rusaknya zat gizi dan mutu organoleptik pangan (seperti warna dan tekstur). Pada industri pangan, aplikasi proses termal yang paling populer adalah proses pengalengan, dimana produk pangan dalam kaleng disterilisasi dengan menggunakan ketel uap (retort) (Gambar 1)
Berdasarkan suhu, waktu dan tujuan pemanasan, proses termal dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu pasteurisasi dan sterilisasi komersial. Pasteurisasi adalah proses pemanasan dengan suhu relatif rendah yaitu umumnya dibawah 100℃ dengan tujuan utama yaitu mengurangi populasi mikroba pembusuk. Produk pangan yang dipasteurisasi umumnya dapat tahan beberapa hari sampai beberapa bulan.
Beberapa contoh produk pangan yang mengalami proses pasteurisasi diantaranya adalah susu, sari buah, bir dan es krim. Sedangkan proses sterilisasi komersial dilakukan dengan menggunakan suhu tinggi pada periode waktu yang cukup lama sehingga tidak lagi terdapat mikroorganisme hidup. Menurut Kusnandar et al dalam Buku Prinsip Teknik Pangan, sterilisasi komersial menunjukkan bahwa bahan pangan mungkin saja masih mengandung spora bakteri (terutama bakteri non-patogen), namun setelah proses pemanasan tersebut spora bakteri tersebut bersifat dorman (tidak dalam kondisi aktif bereproduksi), sehingga keberadaannya tidak membahayakan apabila produk disimpan dalam kondisi penyimpanan normal. Oleh karena itu, produk pangan yang telah mengalami sterilisasi akan mempunyai daya awet yang tinggi yaitu beberapa bulan sampai beberapa tahun. Suhu proses untuk membunuh spora mikroba patogen yang dapat membentuk toksin dan dapat meracuni manusia umumnya dilakukan pada suhu 100-130 ℃ selama waktu tertentu tergantung pada kondisi dari produknya. Semakin tinggi suhu maka akan semakin pendek waktu yang diperlukan untuk dapat membunuh mikroba tersebut. Salah satu mikroba patogen yang tahan panas adalah Clostridium botulinum. Bakteri ini dapat membentuk toksin botulin pada kondisi anaerobik di dalam kemasan, terutama produk pangan dari kelompok yang berasam rendah (low acid food). Proses untuk membunuh mikroba ini adalah dengan sterilisasi. Optimasi proses sterilisasi umumnya harus menjamin Clostridium botulinum mati. Mikroba lain yang kurang panas akan otomatis mati apabila Clostridium botulinum berhasil dibunuh.
Untuk menjamin agar proses termal pada bahan pangan mencukupi dan tidak berlebihan, terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan. Diantaranya adalah ketahanan panas mikroba (nilai D dan Z), nilai sterilisasi (nilai F0) yang diinginkan, karakteristik bahan pangan (jumlah mikroba awal, jenis bahan pangan padat atau cair, pH dan viskositas), peralatan proses (jenis medium pemanas yang digunakan, jenis retort dan profil distribusi panas) serta jenis dan ukuran kemasan yang digunakan. Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut secara tepat, maka produk pangan yang awet,aman dan berkualitas baik akan dapat dihasilkan guna memenuhi ketersediaan pangan umat manusia.
Penulis: Yos Rizal Prima Saputra, Mahasiswa Jurusan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor