SuaraJakarta.co – BICARA tentang jati diri, apa sebenarnya jati diri itu? Jati diri adalah identitas, ciri khas, cara bagaimana mengenali sesuatu. Dari sejuta ciri khas, jati diri yang paling khas dari Indonesia adalah “Negara Agraris” dengan lahannya yang subur dan “Negara Maritim” dengan dua pertiga luasnya yang berupa lautan. Namun, sayangnya negara agraris ini masih sering impor beras untuk memenuhi pangan rakyatnya. Ikan-ikan negara maritim ini pun sering dicuri oleh kapal-kapal asing. Sungguh Ironi memang.
Menurut data terbaru dari Kementerian Pertanian Indonesia, pada tahun 2012 jumlah luas lahan pertanian Indonesia sebesar 39.594.536,91 ha yang kurang lebih merupakan 20% dari luas wilayah Indonesia yang sebesar 1.990.250 km2. Sedangkan data dari The World Bank menunjukkan bahwa luas lahan pertanian Indonesia sekitar 31,2% dari total wilayah Indoensia. Tetapi, kenapa masalah pangan masih belum terpenuhi? Hal ini bisa saja karena kurangnya teknologi yang terlibat sehingga kurang efisien dan bisa juga karena luas lahan pertanian yang dirasa masih kurang. Jika dibandingkan dengan negara Thailand yang sudah bisa swasembada beras, presentase luas lahan pertanian Indonesia relatif masih terlampau jauh tertinggal. Menurut data dari The World Bank, presentase total luas lahan pertanian Thailand adalah sekitar 42,8% dari total luas wilayahnya. Ini masih masalah sektor pertanian.
Bicara kemaritiman Indonesia pun demikian. Dengan luas dua pertiga luas wilayah total Indonesia, perairan Indonesia masih dapat dibilang sangat rentan sekali pengawasannya dan masih merupakan lahan subur bagi penyelundupan, imigran gelap, dan bahkan pencurian ikan-ikan. Menurut Panglima Komando RI Armada Wilayah Barat, Laksamana Muda TNI Widodo, di perairan Anambas usai mengeksekusi tiga kapal asing, Jumat 5 Desember 2014, sebanyak 78 kapal asing ditangkap oleh TNI Angkatan Laut Armada RI Wilayah Barat pada tahun 2014. Jumlah yang cukup banyak ini dapat menandakan bahwa mungkin keamanan kelautan kita masih rendah. Sehingga kapal-kapal asing tergiur untuk berlayar mengeskpoitasi laut Indonesia. Angka 78 itu pun adalah kapal yang mungkin sedang apes. Bisa jadi masih ada kapal penyusup lain yang tidak tertangkap atau bahkan tidak terlihat sama sekali oleh petugas keamanan laut kita.
Banyak faktor yang menyebabkan permasalahan tersebut. Seperti yang sudah disebutkan, salah satunya adalah masalah teknologi. Kebanyakan teknologi yang digunakan adalah teknologi yang sudah sangat kuno, bahkan lebih banyak yang masih dikerjakan secara manual. Seperti yang kita tahu, pekerjaan yang dikerjakan secara manual membutuhkan waktu jauh lebih lama, tidak akurat, tidak produktif, tidak efisien, dll.. Hal tersebut sama seperti teknologi yang sudah usang. Karena semakin hari, semakin canggih teknologi, semakin efisien teknologi tersebut. Ditambah juga teknologi yang sudah usang bisa jadi malah memperburuk produk karena berkarat misalnya. Sebagai contoh, sering kita melihat di media-media massa, ikan kita banyak dicuri oleh nelayan negara asing dengan alasan yang sangat miris sekali. Karena teknologi yang jadul, kapal-kapal patroli laut Indonesia tidak mampu mengejar kapal yang jauh lebih canggih milik negara asing tersebut. Di sektor pertanian, para petani pun banyak yang belum tahu tentang teknologi pertanian yang sedang berkembang. Untuk membajak sawah pun tidak jarang kita melihat masih digunakannya kerbau atau hewan ternak lain. Sungguh ironi bukan?
Oleh karena itu, ini merupkan PR bersama bagi kita semua. Teknologi di sektor pertanian dan maritim perlu lebih gencar digalakkan. Karena sektor ini merupakan jati diri kita. Karena sektor ini merupakan sumber daya melimpah yang masih sangat sedikit sekali yang termanfaatkan karena kurangnya teknologi. Manfaatkanlah dulu apa yang kita punya ini. Jangan terburu-buru merambah yang lain yang ujung-ujungnya terkendala karena tidak ada biaya. Jangan lupa, sektor pertanian dan maritim merupakan sektor penghasil makanan utama. Memang kita bisa hidup tanpa makan? Jangan lupakan apa yang Bapak Negara kita dulu katakan bahwa pangan adalah urusan hidup atau mati suatu bangsa. Jika pangan tidak bisa terpenuhi, kacau lah negara tersebut dan mati.
Penulis: Anggakasi Saini, Mahasiswa Institut Pertanian Bogor