Site icon SuaraJakarta.co

Charlie dan Kouachi : Islam, Demokrasi, Toleransi

Tragedi penembakan yang berujung tewasnya karyawan kantor Charlie Hebdo dan polisi di Prancis, menimbulkan sebuah kotroversi dalam memahami makna dan esensi dari toleransi yang sebenarnya. Baik toleransi dalam sisi Islam dan toleransi dalam sisi Demokrasi itu sendiri. Ketika seorang muslim tidak memahami toleransi yang sebenarnya dalam Islam, maka ia akan terjebak dalam radikalisme, dan akan berujung pada kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan kepada penggiat demokrasi sendiri, ketika ia tidak memahami toleransi yang sebenarnya, maka ia tidak bisa membedakan mana ruang publik dan ruang privat untuk kebebasan berekspresi dan beraspirasi di sistem demokrasi ini.

Kegagalan Toleransi Charlie

Charlie Hebdo merupakan Mingguan ternama di Prancis yang beroplah 60.000 eksemplar. Kantor mingguan Prancis ini kerap kali mendapat ancaman dari kelompok Islam garis keras di Prancis. Bahkan redaktur dan pimpinannya mendapat ancaman akan dibunuh. Ancaman dan serangan yang dilakukan kelompok Islam di Prancis bukan tanpa alasan. Mereka melakukan itu karena Charlie Hebdo sudah melukai dan menghina umat Islam dengan pembuatan karikatur Nabi Muhammad SAW.

Pembuatan karikatur Nabi Muhammad yang dimana berujung protes besar-besaran oleh muslim di Prancis dan dunia menandakan bahwa kebebasan berekpresi Charlie Hebdo adalah salah. Kita sadar kita hidup di sistem demokrasi, namun dalam demokrasi juga ada yang namanya nilai-nilai toleransi dan moral. Negara-negara Barat yang dimana demokrasi lahir disana seharusnya bisa menjadi contoh dan pedoman bagi muslim yang tinggal di Barat untuk memahami demokrasi secara utuh. Sehinga muslim yang tinggal disana nyaman dengan sistem demokrasi dan tidak terjadi lahirnya kelompok-kelompok radikal yang mengecam demokrasi itu sendiri.

Charlie Hebdo telah melukai demokrasi dan Islam. Hanya karena ingin mendapat pendapatan yang banyak dari penerbitan dan penjualan karikatur Nabi Muhammad, mereka rela menyakiti hati muslim di Prancis dan dunia. Padahal kalau kita mau melihat sejenak ke Negara-negara Timur yang bermayorias Islam, demokrasi sangat dijunjung tinggi. Bahkan agama minoritas sangat dihormati dan dihargai dalam mengeluarkan aspirasi berbangsa dan bernegara. Namun Charle Hebdo sama sekali tidak menghormati agama mayoritas disana. Jangan karena muslim minoritas, mereka dengan seenaknya menginjak-injak harga diri muslim.

Kelakuan Negara Barat khususnya Prancis yang membesar-besarkan masalah ini seolah-olah muslim itu radikal, ekstrimis, tidak toleransi sangat menyakitkan hati muslim di dunia. Lihat Zionis Israel yang membunuh ratusan ribu penduduk Palestina, Prancis dan mayoritas Negara Barat mengapa bisu dan mengapa mereka tidak mendukung kemerdekaan Palestina. Charlie Hebdo sebagai mingguan ternama di Prancis seharusnya meminta maaf kepada muslim. Bisa jadi Charlie Hebdo akan terus mendapat ancaman dan teror kembali jika terus memaksakan egonya dalam menghina umat Islam dengan karya-karyanya demi keuntungan materi sepihak.

Kegagalan Toleransi Kouachi

Kouachi bersaudara adalah kakak dan adik yang lair di Prancis dengan latar belakang Islam yang kuat. Namun mereka harus terbiasa dengan kehidupan sekuler di negaranya. Dengan ini mereka harus menyesuaikan diri mereka dengan nilai-nilai dan budaya yang ada. Harapan besarnya adalah mereka bisa memadukan Islam dengan demokrasi yang ada di Prancis dalam hidup berbangsa dan bernegara.

Tragedi penembakan yang dilakukan Kouachi bersaudara kemarin di kantor Charlie Hebdo menuai kritik dari Barat dan dunia muslim sendiri. Kouachi seperti tidak bisa memahami sebuah modernitas dan demokrasi yang ada di Prancis. Mereka tidak sadar bahwa muslim disana adalah minoritas. Mereka mengalami bias subjektivitas, dimana ketika mereka melakukan sesuatu, mereka tidak bisa memikirkan dampak kedepannya bagi mereka sendiri dan orang lain yang mereka perjuangkan haknya.

Populasi Muslim di Prancis sangat pesat pertumbuhannya. Sampai-sampai pemerintah Prancis sendiri bingung terhadap fenomena ini. Namun ketika kejadian tragedi penembakan dan pembunuhan ini, banyak warga Negara Prancis yang antipasti dengan Islam kembali. Ini jelas akan menghambat laju perkembangan Islam yang ada disana akibat kelakukan yang dilakukan oleh Kouachi bersaudara tersebut. Dakwah ini adalah rahmatan lilalamin dan perlu diperjuangkan sampai akhir hayat. Ketika muslim menjadi minoritas di Arab, dan banyak orang yang melecehkan dan menyerang muslim, Rasul tidak menyakiti mereka bahkan membunuh mereka. Sampai Rasul di lempari kotoran dan diletakan isi perut unta di punggunya oleh penduduk Arab pada kala itu, tidak membuat Rasulullah marah dan dendam. Rasulullah tetap sabar dan ikhlas dalam menyebarluaskan Islam, sehingga pertumbuhan Islam sangat cepat di Arab dan dunia.

Pembuatan karikatur Nabi Muhammad jelas adalah bentuk kesalahan dan patut kita kritik keras. Namun kritik tersebut bukan harus dengan membunuh. Karena ujungnya akan merugikan muslim yang menjadi minoritas disana juga dan menghambat laju perkembangan Islam. Masih banyak cara yang harus ditempuh sepeti jalur hukum. Muslim Prancis seharusnya memberikan penjelasan kepada warga Negara Prancis bahwa tidak ada yang namanya radikalisme dalam Islam. Islam itu indah, dan membahagiakan. Bukan malah bertindak radikal yang merugikan semua orang.

Penulis:Pandu Wibowo, Peneliti Central For Information dan Development Studies ‘CIDES’

Exit mobile version