Site icon SuaraJakarta.co

Alangkah Baiknya Pejabat Jangan Asal Bicara

Reklamasi Pantai Jakarta. (Foto: Fajrul Islam/SuaraJakarta)

SuaraJakarta.co – Era demokrasi memang memberikan kebebasan semua orang untuk mengungkapkan pendapatnya masing-masing. Dari mulai petani, guru, kuli bangunan bahkan menteri pun memiliki hak yang sama dalam mengeluarkan pendapat. Berpendapat yang saya maksud disini tentu saja bukan asal bicara semaunya sendiri, akan tetapi berbicara disini adalah mengeluarkan pendapat yang disertai dengan logika dan bukti.

Beberapa hari yang lalu, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan adanya keputusan Rizal Ramli yang membatalkan salah satu pulau reklamasi teluk Jakarta tanpa adanya surat resmi. Saat itu, pria yang akrab disapa RR tersebut menjabat sebagai Menteri Koordinator Kemaritiman. Alasan RR menghentikan reklamasi karena reklamasi terletak di kawasan strategis terlarang, yakni berada di radius 500 meter dari jalur pipa gas laut PLN dan hal tersebut bisa menimbulkan gangguan operasional pipa gas sebagai infrastruktur strategis nasional.

Namun tuduhan RR tersebut kemudian mendapat tanggapan dari Disjaya Syamsul Huda selaku General Manager Perusahaan Listrik Negara (PLN). Menurutnya kabel yang terletak di bawah laut tidak terganggu dengan adanya pengerukan sebagai bagian dari proyek reklamasi Teluk Jakarta. Hal ini berarti bahwa, tidak ada ancaman terhadap distribusi listrik ke Kepulauan Seribu.

Bahkan lebih jauh Syamsul mengatakan bahwa pulau reklamasi yang berada di utara Jakarta, dipastikan berada di sekitar kabel perusahaan. Namun, berbeda dengan ke Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Tanjung Priok dan Muara Karang karena pasokannya dari Pertamina EP.

Pejabat lainnya yang membuat masyarakat menjadi heboh adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Baru beberapa minggu dilantik menjadi menteri, ia mengeluarkan kebijakan fulldayschool. Tujuannya adalah agar generasi bangsa ini karakternya terbentuk sehingga tercipta generasi yang berkualitas. Namun, ada hal lainnya yang ia lupakan yaitu kesejahteraan guru dan waktu bermain untuk anak siswa. Selain itu, tujuan diberlakukannya fulldayschool adalah untuk menambah wawasan positif siswa.

Namun kebijakan yang digagas oleh Mendikbud yang baru tersebut mendapat penolakan yang beragam dari masyrakat. Ada yang bilang dengan adanya kebijakan tersebut dunia pendidikan di Indonesia justeru mengalami kemunduran. Bahkan di beberapa negara maju, mereka mengembangkan less school time, no home work, dan tentang karakter building.

Belajar dari beberapa kasus di atas, sebagai masyarakat saya berharap kepada semua pejabat baik daerah maupun pusat, alangkah baiknya setiap keputusan itu harus dipikirkan secara panjang dan jangan asal mengeluarkan kebijakan. Saya tahu, maksud bapak-bapak adalah demi kebaikan bangsa ini, tapi sangat disayangkan jika keputusan tersebut memiliki dampak yang sangat merugikan.

Penulis: Laila Nurmala, Warga Kedoya Utara, Jakarta Barat.

Exit mobile version