Pelajaran dari Trade War “Huawei” Donald Trump

Oleh: Hidayat Matnoer MPP

Donald Trump melakukan pendekatan perang dagang (trade war) sebagai pilar utama foreign policy Amerika.

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Hal tersebut akan menjadi tren dalam 1-2 tahun kedepan. Sebuah senjata kuat nan hebat yang diprediksi akan berdampak negatif terhadap ekonomi dunia termasuk Indonesia.

Keputusan kuat dikeluarkan Trump pekan ini dimana Trump melarang Huawei dan teknologinya 5Gnya beroperasi di seluruh wilayah Amerika.

Perusahan IT yang berbasis di Amerika seperti Facebook, Instagram, Whatsapp, Google dan Youtube juga telah merilis mengikuti Kebijakan Trump bahwa mobile apps-nya tidak lagi otomatis dipasangkan dalam handphone Huawei terbaru. Meski apps tersebut pada Handphone Huawei lama tetap dapat berjalan normal.

Ini adalah tindak lanjut dari pengenaan tarif impor 25% terhadap produk Alumunium dan Baja China senilai 250 miliar US. Selain alasan tidak fairnya China berdagang dengan Amerika, ada juga alasan karena Huawei China menjual produknya ke Iran, musuh Trump sejak menjadi Presiden AS.

Buntut dari main sembunyi-sembunyinya Huawei menjual teknologi ke Iran adalah serius yaitu ditangkapnya CFO Huawei Meng Wanzhou di Canada. Meski alasan publiknya adalah CFO tersebut dituduh menipu institusi keuangan Amerika.

Kini Meng harus membayar uang jaminan 1,7 juta USD, Passpor ditahan dan harus menggunakan alat GPS kemanapun pergi.

Dalil Huawei menjual teknologi ke Iran di dibantah China. Namun Amerika yakin China tidak cukup kooperatif untuk menghentikan dagangnya ke Iran.

Huawei adalah perusahan bluechip China, selain berinvestasi besar-besar agar menjadi yang terdepan dunia di teknologi 5G, Huawei mendapatkan tuduhan menanamkan spyware dalam setiap perangkat 5Gnya untuk memata-matai Amerika dan negara lain.

Tuduhan tersebut dibantah bukan oleh China tapi oleh Rusia melalui World Economic Forum St Peterburg beberapa hari lalu. Di Forum tersebut Putin di depan Presiden China XI Jinping menyatakan Rusia tertarik membeli teknologi 5G untuk perusahan telkom-nya. Rusia membeli karena tidak percaya tuduhan Amerika. Buat Rusia: enemy of my competitors is my friend.

Kini Rusia, China dan Iran semakin mesra sejak kasus Huawei tersebut. Melihat kemesraan tersebut, Trump merasa perlu memperkuat koalisinya dengan Inggris, yang sedang dilanda kisruh pengunduran Theresia May dan Brexit tanpa deal.

Di london dalam kunjungan kenegaraan tersebut, Trump mengetweet: “*the U.K. could expect a “big Trade Deal” with the U.S. once it “gets rid of the shackles*” to the European Union. Artinya: “Inggris dapat mengharapkan “kesepakatan perdagangan besar” dengan Amerika setelah menyingkirkan belenggu dari Uni Eropa.”

Tweet Trump tersebut mendapatkan reaksi dari pemimpin Uni Eropa terutama Jerman. Jerman sebagai stakeholder terbesar Uni Eropa membantah bahwa Uni Eropa membelenggu ekonomi Inggris. Kisah selanjutnya mungkin lebih menarik.

BACA JUGA  Sektor Wirausaha Tingkatkan Perekonomian Indonesia

Singkatnya, bagaimana kisah Trade War “Huawei” tersebut ternyata berdampak terhadap masa depan hubungan antara Amerika-China, Rusia, Iran dan Jerman.

Ada sebuah tulisan dari Bloomberg Busineesweek pada 6/6 lalu bahwa Trump telah mengunakan ekonomi Amerika sebagai Senjata dan telah efektif menaklukan beberapa negara.

Artikel tersebut mengobservasi berbagai kebijakan yang ditempuh Trump dimana tarif dan sanksi ekonomi secara efektif menjadi kekuatan penekan pada negara lain.

Pada liburan Memorial Day (Mei 2019), Trump menggunakan waktu liburannya untuk meningkatkan permusuhan dalam perang ekonomi Amerika dengan hampir semua bangsa.

Seluruh negara anggota Uni Eropa (EU) menjadi sasaran tembak terdepan dari tweet Trump terbaru, tepatnya pada 29 Mei, Trump mengancam dengan sanksi ekonomi dengan alasan bahwa EU berusaha untuk berdagang dengan Iran, padahal menurut EU setiap negara memiliki soverignty (kedaulatan) untuk melakukan hubungan dagang dengan siapapun termasuk Iran atas dasar kepatuhan hukum internasional.

Hari berikutnya, 30 Mei, Trump memperingatkan Meksiko bahwa ia akan mengenakan tarif impor pada semua ekspornya ke AS dari 5% dan terus menaikkannya sampai 25% jika Meksiko tidak menutup aliran para imigran diperbatasannya.

Meksiko pun takluk, sehari kemudian Meksiko setuju menempatkan 6000 pasukan bersenjatanya diperbatasan untuk mengatasi imigran dari Guatemala dan sekitarnya.

Pada 1 Juni, Trump mengeluarkan India dari daftar negara-negara berkembang yang menerima hak istimewa perdagangan khusus karena India di nilai belum melakukan cukup banyak untuk membuka pasarnya kepada perusahaan Amerika.

Pada 2 Juni, The New York Times melaporkan bahwa Trump telah mempertimbangkan pengenaan tarif impor pada aluminium Australia sampai akhirnya dicabut kembali karena Pentagon keberatan.

Semua tindakan Trump tersebut dapat diartikan bahwa Trump sedang menulis ulang foreing policy yaitu menggunakan diplomasi dagang yang lebih tegas dan berskala luas yang belum pernah terjadi sebelumnya

Trump bermaksud memperluas definisinya tentang keamanan nasional untuk memasukkan ekonomi Amerika, yang ia ubah menjadi senjata untuk digunakan melawan teman dan rival strategis utamanya.

Amerika adalah pasar konsumen terkaya di dunia dimana Trump mencoba melakukan kalibrasi antara kepentingan produsen dan konsumen. Menurut Trump negara-negara asing telah merugikan produsen dan memanjakan konsumen Amerika.

Amerika telah menikmati status negara perdagangan bebas selama beberapa generasi, elemen kuncinya karena kepemimpinan presiden era lalu menghendakinya. Namun, Trump pikir hal tersebut keliru dan Amerika kurang diuntungkan dibandingkan negara lain.

BACA JUGA  Halal Haram Jual Beli Online, Sebuah Tinjauan Fiqih Muamalah

Trump menulis di Twitter pada 1 Juni, “Bangsa ‘Piggy Bank’ yang dirampok dan ditipu oleh negara-negara asing selama bertahun-tahun.”

Dengan kebijakan tarif membuat akses produk asing ke pasar AS menjadi lebih mahal, meskipun pada akhirnya Pabrikan luar negeri, perusahaan ekspor-impor, pengecer domestik, dan konsumen semua dapat menanggung sebagian biaya tersebut, tergantung pada jenis produk dan pasarnya

Dalam surat terbuka 20 Mei para 173 pembuat sepatu AS kepada Trump, termasuk i Nike Inc. dan Adidas AG, memprotes tarif alas kaki, dengan mengatakan, “Sebagai industri yang memiliki penghasilan 3 miliar USD setiap tahun, kami dapat memastikan bahwa setiap kenaikan biaya impor sepatu memiliki dampak langsung pada konsumen sepatu Amerika. ”

Kebijakan sanksi berbeda dengan kebijakan tarif. Sanksi berarti Anda tidak bisa mendapatkan akses ke pasar AS sama sekali. Trump siap untuk menerapkan tarif dan sanksi bahkan ketika tujuannya tidak benar-benar ekonomis.

Mereka menjadi alat penting pertama yang telah diterapkan dari Meksiko ke Venezuela, dari Turki ke Iran – untuk urusan politik di luar urusan perdagangan dan keuangan.

Sebenarnya senjata yang digunakan Trump tersebut terlalu besar dan berisiko tinggi. Sistem terbuka liberal saat ini dapat dikhawatirkan menjadi sistem tertutup atau terbagi. Jika AS meninggalkan sistem ini, orang lain juga akan melakukannya dan itu adalah kiamat bagi globalisasi dan sistem demokrasi.

Menurut Ben Emos, Direktur Pelaksana di perusahaan riset Medley Global Advisors di New York bahwa langkah ekonomi Trump mengingatkan pada taktik militer. Presiden selalu mencari unsur kejutan, dengan serangan fajar melalui Twitter. Dia mencoba untuk memaksa musuh berperilaku seperti yang dia inginkan atau melumpuhkan kepemimpinan politik musuh – metode yang dikenal dalam teori militer sebagai “coercion (paksaan)” dan “decapitation (pemenggalan)”.

Meksiko mungkin dapat takluk dengan tekanan Tarif Trump. Namun negara lain tidak akan membiarkan kalah bahkan bisa jadi melawan.

Trump yakin bahwa Ekonomi Amerika didukung oleh permintaan domestik yang besar ditambah pasar saham yang mengungguli seluruh dunia akan membuat negara lain berpikir panjang. Karena dampak krisis akan lebih besar terasa di Eropa atau Cina daripada di AS sendiri.

Dalam jangka panjang, penggunaan senjata ekonomi oleh Trump akan terjadi berulang kali dan dapat menargetkan negara manapun.

Saat ini, Pemerintahan Trump mengatakan itu hanya berfokus pada China, sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia. Namun banyak analis berpendapat
Dalam jangka panjang, penggunaan senjata ekonomi oleh Trump akan terjadi berulang kali dan dapat menargetkan negara manapun. (END)

SuaraJakarta.co
Author: SuaraJakarta.co

Related Articles

Latest Articles