Kekecewaan Jalan Liberal Barat, Peluang Lahirnya Jalan Baru?

Oleh: Hidayat Matnoer, MPP. (Ketua Harian Gerakan Arah Baru Indonesia Ibukota Jakarta).

Dari Tiga Jalan Menjadi Jalan Tunggal

Akhir perang dunia pertama 1917, para elit global di London, New York, Berlin dan Moskow secara terpisah tanpa kerjasama menyusun tiga jalan besar untuk membangun dunia yang porak poranda akibat perang.

Ketiga jalan tersebut adalah upaya manusia untuk menciptakan masa depan, menjelaskan apa yang terjadi di masa lalu dan membuat rambu jalan untuk kebahagian umat manusia.

Tiga jalan tersebut dikenal dengan jalan fasis, jalan komunis dan jalan liberal.

Jalan fasis nyatanya ditinggalkan segera perang dunia kedua 1945 berakhir tepatnya ketika Hitler, Mousolini dan tokoh-tokoh fasis kalah perang. Jalan fasis gagal menciptakan kebahagian pengikutnya, bahkan harus menderita dan banyak kehilangan jiwa dan harta karena kekalahan perangnya.

Sejak tahun 1940an hingga akhir 1980-an dunia hanya menjadi medan pertempuran dua jalan yaitu antara jalan komunis dan jalan liberal.

Jalan komunis runtuh juga bersamaan bubarnya Uni Sovietnya ditahun 1990an.

Diakuinya Jalan Liberal di Dunia

Jalan liberal menjadi jalan dominan umat manusia dan panduan untuk masa depan dunia. Begitulah elit global menyakin dan menuliskannya.

Francis Fukuyama dalam The End of History and The Last Man berani berspekulasi bahwa sejarah manusia akhirnya dimenangkan oleh Jalan liberalis.

Manusia akhir sejarah dan itu adalah jalan satu-satunya yaitu jalan liberal.

Jalan liberal memiliki empat pilar cirinya yaitu pilar demokrasi, pilar hak asasi manusia, pilar pasar bebas dan pilar perlindungan sosial masyarakat.

Jalan menuju kesejahteraan yang paling banyak dianut didunia adalah jalan memberi orang lebih banyak kebebasan, jalan melindungi hak asasi manusia, memberikan hak suara kepada semua orang, jalan membangun pasar bebas dan jalan membiarkan individu, ide dan barang bergerak bebas tanpa hambatan.

Pusat Dunia: Amerika dan Barat

Meski dengan sedikit variasi antara George W Bush dan Barack Obama, Amerika aktif meliberalisasi dan mengglobalkan sistem politik dan ekonomi dunia sehingga dunia menghasilkan perdamaian dan kemakmuran yang belum pernah terjadi dalam sejarah manusia.

Pada 1990an dan 2000an, jalan liberal merupakan matra global yang efektif. Banyak pemerintahan dari Brasil sampai Indonesia mengadopsi sistem liberal dalam upaya bergabung dengan perjalanan sejarah yang tak bisa ditawar-tawar lagi.

Mereka yang gagal melakukannya terlihat fosil dari zaman kuno. Lihat Korea Utara, China sebelum 1978 dan Negara Afrika terpencil lainnya.

Jalan Liberal Mengalami Gonjangan

Namun sejak 2008, krisis global keuangan, manusia dunia kecewa dengan jalan liberal. Penolakan terhadap imigrasi ide, orang dan modal dan perang perdagangan semakin meningkat.

Tahun 2016, Inggris melakukan pemungutan suara Brexit dan begitu pula di Amerika Donald Trump menemukan momentumnya.

Kedua fenomena tersebut mengisyaratkan momen dimana gelombang kekecewaan telah mencapai negara-negara liberal inti Eropa Barat dan Amerika Utara.

Padahal beberapa tahun sebelumnya, Amerika dan Eropa masih mencoba meliberalisasi Irak dan Libya.

Kini banyak orang di Kentucky dan Yorkshire (daerah kekuatan Donald Trump) melihat jalan liberal sebagai sesuatu yang tidak dinginkan atau tidak dapat dicapai.

Tak heran bila elit liberal merasa heran, syok dan kehilangan orientasi dari jalan yang dianggap paling menenteramkan tersebut.

Elit liberal tidak mengerti bagaimana sejarah menyimpang dari jalur yang telah ditentukan sebelumnya dan mereka tidak memiliki prisma alternatif untuk menafsirkan realitas saat ini.

Disorientasi kaum liberal menyebabkan mereka berfikir apokaliptik, seolah-olah kegagalan sejarah untuk mencapai akhir bahagia meleset dan jalan menuju armageddon terbuka lebar.

Ketidakmampuan kaum liberal melakukan pemeriksaan realitas, membuat pikiran melekat pada skenario bencana.

Rasa disorientasi dan perasaan seolah-olah akan datang malapetaka perang besar diperburuk dengan kecepatan disrupsi teknologi yang semakin cepat. Dunia kehilangan optimismenya!

Banyak politisi dan publik di Amerika nyaris kehilangan kepercayaan kepada jalan liberal dan proses demokrasi.

Kemenangan Trump dan Brexit pada 2016 mungkin menunjukan bahwa masyakarat takut kehilangan nilai ekonomi mereka, mereka sedang mementaskan pemberontakan populis melawan elit global yang tidak hanya mengeksploitasi orang namun juga melawan elit yang berfikir teknologi untuk mengabaikan orang.

BACA JUGA  GARBI Jakarta dan Sekjen PAN Satu Suara untuk Indonesia 5 Besar Kekuatan Dunia

Sebelum krisis 2008, pemikir dan politisi global telah menentukan jalan akhir sejarah bahwa semua persoalan dari politik dan ekonomi yang besar dimasa lalu telah dapat diselesaikan melalui jalan liberal dengan pilarnya yaitu demorasi, pasar bebas, hak asasi manusia dan perlindungan sosial negara.

Jalan liberal dianggap juga memiliki kemampuan untuk melakukan reaksi memperbaiki diri sendiri bila mendapatkan tantangan (self correction) dari jalan lain seperti Imperialis (1918), fasis (1938) dan Komunis (1980).

Jalan liberal nampaknya ditakdirkan untuk menyebar ke seluruh dunia, mengatasi semua rintangan, menghapus semua perbatasan negara dan mengubah umat manusia menjadi satu komunitas global yang bebas.

Kehadiran Trump sepertinya tidak menghendaki adanya komunitas global itu.

Donald Trump menyebabkan Amerika berhenti menawarkan diri sebagai perumus dan mempromosikan visi global.

Dirinya hanya memikirkan kepentingan nasional Amerika karena dia adalah presiden Amerika.

Begitu juga pendukung brexit, mereka tidak memiliki rencana untuk masa depan Eropa keseluruhan yang penting kepentingan Ingris .

Mereka yang memilih trump dan brexit tidak menolak jalan liberal secara keseluruhan, namun mereka hanya kehilangan kepercayaan terutama di bagian globalisasi.

Mereka masih percaya pada demokrasi, pasar bebas, hak asasi dan tanggungjawab sosial namun ide tersebut cukup untuk mereka dan harus berhenti diperbatasan.

Mereka hanya mempertahankan kebebasan dan kemakmuran di wilayahnya saja sehingga yang terbaik adalah membangun tembok perbatasan seperti dengan Meksiko dan mengadopsi kebijakan tidak liberal terhadap orang asing.

Rusia, China dan Turki menawarkan alternatif?

Rusia dibawah kepemimpinan Vladimir Putin kembali memandang dirinya sebagai saingan liberal global yang lebih kuat dari negara lain.

Vladimir Putin menjadi populer di Rusia dan di gerakan sayap kanan di Prancis dan seluruh dunia. Putin berhasil membentuk kembali kekuatan militernya dan mencoba membangun propaganda sistem rusia sehingga aliansi dengan rusia adalah alternatif.

Rusia memang menawarkan model alternatif bagi demokrasi liberal.

Namun model Rusia ini bukanlah idelogi politik yang komprehensif. Sebaliknya Rusia membangun model politik yang oligarki dimana sebahagaian besar kekayaan dan kekuasaan negara dimonopoli oleh segelintir orang.

Rusia juga termasuk Negara yang kuat berinvestasi di media dan aktif menyembunyikan real aktivitasnya.

Demokrasi Rusia dibangun atas oligarki dan pengusaan negara atas media. Meski secara jargon Rusia menyatakan kesetiaannya kepada nilai-nilai nasionalisme dan Kristen Ortodoks daripada kepada Oligarki.

Rusia menjadi satu negara ynag ketimpangannya sangat tinggi dimana 87 persen kekayaan nasional dikuasi sedikit dari 10% elitnya menurut Credit Suisse Global Wealth Report 2015.

China hadir dengan jalan terbalik. Tidak ada kebebasan dalam politik namun mereka mengadopsi besar-besaran pendekatan yang lebih liberal dalam ekonomi, keuangan dan perdagangan.

Dalam hal kerjasama internasional, Xi Jinping, Presiden China lebih terlihat sebagai penerus Obama yang aktif memikirkan globalisasi dan kerjasama internasional daripada nasionalisme sempit.

Namun China bukan sedang membangun pemerintahan global alternatif, China sedang membangun kejayaan Konfusianisme dan kekaisaran masa lalu yang memerintah luas tanpa menawarkan kebebasan individu dalam politik.

Turki dan Islam Global juga memikat terutama kalangan muslim untuk menjadi jalan alternatif dari jalan liberal.

Namun, Banyak pemuda muslim dari negara-negara timur tengah dan Turki lebih sering melakukan perjalanan ke Jerman, Ingris dan Yunani yang mengadopsi sistem liberal daripada pemuda islam di Jerman yang melakukan perjalanan ke Turki dan Timur Tengah yang hidup didalam teokrasi Islam.

Intinya, ketiga negara tersebut belum menawarkan jalan alternatif bagi kebahagiaan umat manusia ditengah banyak kaum liberal kecewa dengan jalan liberalnya.

Apa yang sedang terjadi di dunia sekarang adalah karena adanya kekosongan dominasi yang sedang ditinggalkan jalan liberal sehingga melahirkan fantasi nostalgia masa lalu dari nasionalisme masing-masing negara.

Trump menyerukan isolasi Amerika untuk membangun America Great Again seperti tahun 1980an.

BACA JUGA  Tantangan Baru Gelombang Ketiga Indonesia

Kaum brexit sedang bermimpi Inggris negara kuat independen seperti zaman ratu victoria.

China menempuh jalan mengembalikan warisan kunfusian dan kekaisaran.

Rusia merindukan zaman sebelum revolusi Bolshevik di zaman keemasan Tsar yang oligarki.

Putin menjanjikan kembalinya pemerintahan otokrasi yang didukung oleh nasionalisme rusia dan kesholehan ortodoks kristen yang terbentang dari laut Baltik sampai wilayah kaukus.

Mimpi serupa sedang dijalankan diberbagai dunia dengan menggabungkan nasionalisme dengan tradisi agama pemeluknya seperti yang terjadi di India, Polandia dan Turki.

Elit liberal melihat dengan ngeri perkembangan ini dan berharap dunia kembali ke track sebelumnya.

Dalam pidato terakhir di depan PBB pada September 2016 Obama menyerukan agar dunia tidak mundur kepada perselisihan karena nasional, ras dan agama, sebaliknya prinsip pasar terbuka, tata kelola, hak asasi dan hukum internasional tetap menjadi landasan paling kuat bagi kemajuan manusia diabad ini.

Harus diakui, Jalan Liberal Barat Menciptakan Kemakmuran Global

Meskipun jalan liberal banyak kekurangan, namun jalan liberal memberikan solusi kongkret bagi kemakmuran diberbagai dunia dibandingkan pesaingnya yaitu fasis dan komunis.

Banyak manusia tidak pernah menikmati kedamaian dan kemakmuran yang lebih besar pada abad 21 ini kecuali dibawah perlindungan jalan liberal.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, penyakit menular membunuh lebih sedikit daripada orang mati karena usia tua, kelaparan membunuh lebih sedikir daripada manusia mati karena obesitas dan kekerasan membunuh lebih sedikit orang daripada kecelakakan. Itu karena jalan liberal memacu kreativitas dan teknologi.

Tetapi Jalan liberal tidak memiliki jawaban atas keruntuhan ekologi dan disrupsi teknologi.

Jalan liberal memacu pertumbuhan ekonomi dimana-mana namun pertumbuhan ekonomi itu menyebabkan krisis lingkungan yang luar biasa. Eksploitasi besar-besaran menyebabkan terjadi perubahan iklim, pemanasan global dan lainnya

Disrupsi teknologi dengan bigdata dan artisifisal inteligensi dan rekayasa biokimianya menyebabkan masyarakat tertentu yang tidak adaptif menjadi manusia tak berguna (useless society) karena pekerjaan mereka sudah diambil alih oleh teknologi, artifisial inteligensi, 3D printing dan turunanya.

Dunia menanti Jalan Baru: Gerakan Arah Baru Dunia

Jalan liberal menjadikan demokrasi, hak asasi manusia, pasar bebas dan tanggungjawab sosial menjadi ujung tombaknya kini sedang diuji kehebatannya dengan fenomena munculnya Donald Trump, Brexit, Trade War, Perlombaan Persenjataan Nuklir Rusia-Amerika.

Maka harus ada jalan baru yang tawarkan. Jalan baru itu dapat saja modifikasi jalan liberal yang ada atau jalan alternatif yang benar-benar baru.

Akhirnya, sama seperti saat revolusi industri abad 20 yang lalu dimana dunia membutuhkan ide segar sebagai peralihan dari jalan imperialisme kolonial.

Apakah dekade berikutnya ditandai dengan pencarian jalan segar atau seperti tahun 1930an, 1960an dimana jalan liberal melakukan adaptasi dirinya sendiri sehingga muncul lebih memikat daripada jalan liberal sebelumnya?

Bisakah jalan alternatif yang digali dari nasionalisme dan agama tradisional seperti Rusia dan China memberikan jawaban atas kekosongan dominasi jalan liberal ini?

Bisakah dunia menggunakan kebijaksanaan masa lalu seperti Islam Global atau menggunakan kebangkitan Messiah dalam tradisi Yahudi dan Kristen untuk membentuk cara pandang dunia yang baru yang adopsi kelemahan globalisasi, keruntuhan ekologi dan disrupsi teknologi yang menggerus kemakmuran banyak orang?

Apakah peta jalan liberal menuju kemundurannya akan hancur atau tetap survive dengan modifikasi terbarunya?

Tidak ada yang mampu menjawabnya selain sejarah itu sendiri.

Cepat atau lambatnya jawaban tersebut tergantung keberanian anak manusia itu sendiri untuk bersepakat berdiskusi secara damai memikirkan alternatif-alternatif, termasuk alternatif jika dunia tidak hanya memiliki jalan tunggal dalam mencapai kemakmurannya.

Dalam konteks Indonesia, Gerakan Arah Baru diperlukan tidaknya untuk menjadikan Indonesia yang memiliki potensi besar tertinggal jauh dari dunia namun juga arah baru diperlukan untuk dunia yang semakin terbelah.

Yang terpenting adalah keberanian GARBI untuk memiliki visi besar tidak hanya Indonesia tapi juga harus mampu berani menjadi solusi bagi dunia.
Selamat berkarya GARBI, zaman ini menunggu hasil kerjamu! [•]

SuaraJakarta.co
Author: SuaraJakarta.co

Related Articles

Latest Articles