Cerita Buruh Tidak Dukung Ahok Saat Pilkada dan Alasan Cabut Dukungan Anies-Sandi

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Delapan ribu lebih elemen buruh akan melakukan aksi di Istana Negara dan Balai Kota DKI Jakarta, pada Juma (10/11) November mendatang.

Menurut Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, target buruh yang hadir adalah 10 ribu. Mereka akan datang dari jabodetabek, Jawa Tengah, Jawa Timur, bahkan dari Lampung. Baik berjalan kaki maupun naik bus.

“Massa aksi diperkirakan 8 ribu sampai 12 ribu dengan target 20 ribu orang,” jelas Ketua KSPI Said Iqbal saat konferensi pers di Kantor DPP FSPMI-KSPI, Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu (8/10).

Dalam paparannya, mereka menuntut tiga hal. Pertama, cabut mandat dukungan terhadap Anies – Sandi karena dinilai telah berbohong menyalahi kontrak politik karena menaikkan UMP di DKI berdasarkan PP 78/2015.

BACA JUGA  Sebut Pendemo Dapat Uang 500 Ribu, Fahira: Pak Basuki ini kapan kapoknya sih?

“PP 78 ini seperti di negara komunis, upah ditentukan oleh negara. Padahal UU Ketenagakerjaan tahun 2003 yang menentukan gubernur berdasarkan Survei Kehidupan Hidup Layak berdasarkan rapat di Dewan Pengupahan yang terdiri dari elemen buruh, pemerintah, dan pengusaha. Kalau di PP 78 tidak memberikan buruh untuk berunding,” jelas Said Iqbal.

Kedua, menolak UMP DKI 2018 yang telah ditetapkan Anies-Sandi sebesar 3,6 juta.

“Kita tolak dan minta revisi. Dan itu lazim, pada era Gubernur Fauzi Bowo dan Sutiyoso, kita minta juga revisi UMP yang berkeadilan. Tapi, Anies-sandi hanya perpanjang tangan kelompok pengusaha yang setuju upah murah,” geram Iqbal.

Ketiga, KSPI juga minta untuk turunkan tarif listrik.

BACA JUGA  SPRI Kecam Gugatan Balik Ahok Soal Penggusuran Masyarakat Penjaringan

Saat ditanya, kenapa waktu kampanye tidak dukung Ahok-Djarot dalam Pilkada DKI 2017 kemarin, mereka berkilah.

“Saat itu, kami tidak diajak. Mungkin karena mereka telah di atas angin untuk menang. Tapi, dengan Anies-Sandi kami dirangkul, negosiasi, dan akhirnya mau untuk tanda tangani kontrak politik ini. Jadi, ini bukan karena alasan gubernur muslim atau bukan, tapi jelas karena tujuan kesejahteraan buruh,” jelas Koordinator Koalisi Buruh Jakarta Winarso. (RDB)

Related Articles

Latest Articles