Vaksin Bisa Menyebabkan Autisme, Benarkah?

SuaraJakarta.co, KESEHATAN – Seorang kakek tiba-tiba mendapat email dari kenalan lamanya tentang bahaya vaksin. Di dalamnya diceritakan tentang seorang anak yang kemudian menjadi autisme setelah divaksin. Email yang dikirim pada tahun 2009 ini kemudian segera menyebar di dunia maya pada waktu itu, dan bangkitlah kontroversi tentang vaksin.

Baru-baru ini kegelisahan tersebut kembali viral di sosial media, sehingga tak ayal pihak yang berwajib pun turun tangan. Salah satu pihak yang kemudia turun tangan memviralkan tanggapan mengenai hubungan autisme dan vaksin ini adalah Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Berikut tanggapan dr. Soejatmiko, SpA selaku Satgas Imunisasi IDAI yang menyebar di dunia maya:

“Itu adalah isu lama sebelum tahun 1998an yang sengaja disebarkan agar bayi-bayi dan balita tidak diimunisiasi sehingga senang kalau terjadi wabah, kematian dan cacat. Akibat isu ini, di Indonesia terjadi wabah polio tahun 2005 dengan 362 balita lumpuh seumur hidup dan tahun 2008 -2013 wabah difteri di Jatim dirawat 1242 anak dan 116 meninggal, dan wabah campak dimana-mana. Mereka senang kalau banyak bayi atau balita meninggal atau cacat”.

Maka, menurut dokter anak yang juga staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini, ada beberapa poin penting yang harus diingat menjawab isu autisme akibat vaksin. Beberapa poin tersebut yaitu:

  1. Setiap hari kerja di semua negara dilakukan imunisasi bayi balita karena penelitian para pakar membuktikan bahwa imunisisasi aman dan penting mencegah wabah, sakit berat, cacat dan kematian.
  2. Dalam vaksin, kandungan timerosal bukan dalam bentuk metil merkuri tetapi etil merkuri yang tidak berbahaya walau ada kata “merkuri”. Sama seperti air mineral, air keras, air raksa walau ada kata “air” tapi sifatnya sangat berbeda
    (a). Kajian2 lembaga resmi internasional menyatakan bahwa jumlah etil merkuri yang masuk ke bayi sangat rendah 1/20 x dari batas atas. (b). Kandungan merkuri dalam ikan laut di daerah industri lebih tinggi daripada vaksin.
  3. Vaksin-vaksin sebelum tahun 1990an isinya beda dengan vaksin era saat ini.
  4. Tidak ada negara di dunia yang melarang vaksinasi.
  5. Setiap hari kerja semua negara melakukan imunisasi krn petugas imunisasi dan pakar2 penelitian semua negara membuktikan bahwa inunisasi aman dan bermanfaat mencegah wabah sakit berat cacat dan kematian.
BACA JUGA  Peningkatan HIV/AIDS di Jakarta Capai 100 persen

“Yang menyebarkan isu tersebut tidak tahu bahwa isu itu sudah lama dibantah oleh pakar-pakar di seluruh dunia. Maka akibat isu menyesatkan yang bersumber sebelum tahun 1990 tersebut, akan banyak bayi balita Indonesia tidak mau dimunisasi sehingga akan terjadi wabah sakit berat cacat dan kematian bayi balita kita. Maka mereka akan tertawa puas kalau terjadi wabah lagi di Indonesia seperti di Jabar tahun 2005-2006 dan Jatim 2008-2012 sehingga ratusan anak meninggal dan cacat. Maka yang menyebarkan isu menyesatkan tersebut harus bertanggung jawab!”, tegasnya.

Sebenarnya, apa thimerosal itu?

CDC (Centers for Desease Control and Prevention), suatu badan pengendalian penyakit menular di Amerika, menulis Thimerosal tidak seburuk yang diduga. Thimerosal adalah bahan pengawet berbahan merkuri yang telah dipakai selama puluhan tahun di Amerika dalam botol vaksin atau obat suntik multi-dosis. Dalam http://www.cdc.gov disebutkan tak ada bukti bahwa thimerosal dosis rendah dapat membahayakan, kecuali reaksi alergi di tempat suntikan bagi mereka yg sensitif terhadap thimerosal. Namun demikian, pada Juli 1999, beberapa lembaga setuju untuk mengurangi penggunaannya dalam vaksin dengan alasan pencegahan. Lembaga ini termasuk the Public Health Service agencies, the American Academy of Pediatrics -Organisasi Dokter Anak di Amerika-, serta para produsen vaksin.

Thimerosal mengandung etilmerkuri. Merkuri sendiri adalah bahan alami yang terdapat dalam bebatuan bumi, udara, tanah dan air. Bentuknya yang terkespos manusia bisa berupa metilmerkuti dan etilmerkuri yang secara kimiawi berbeda sifat.

Metilmerkuri terdapat dalam beberapa jenis ikan. Paparannya dalam dosis tinggi terhadap manusia dapat bersifat toksik. Pemerintah Amerika telah membuat berbagai regulasi dan peraturan agar zat ini tidak terkandung dalam lingkungan dan makanan. Namun setiap orang pasti pernah terpapar metilmerkuri selama hidupnya.

Timerosal mengandung etilmerkuri, yang dibuang lebih cepat dari dalam tubuh manusia dibandingkan metilmerkuri. Sehingga, sangat kecil kemungkinan menimbulkan bahaya  bagi manusia. Setelah masuk dalam tubuh, zat ini dibongkar menjadi etilmerkuri dan tiosalisilat, yang dengan mudah dikeluarkan dari tubuh, sehingga tidak menimbulkan efek berbahaya apapun.

BACA JUGA  Anis Matta : Gerakan Gen-170 Salah Satu Upaya Mencegah Stunting

Saat jarum suntik memasuki botol obat suntik maupun vaksin multidosis, meskipun jarum yang dipakai baru dan steril, sangat mungkin kuman ikut masuk meskipun sangat sedikit. Prosedur penyuntikan selalu diusahakan sangat steril dari kuman apapun, oleh karena itu, obat suntik ini dicegah dari kontaminasi mikro ini dengan timerosal.

Bukan Penyebab Autisme

Seorang dokter peneliti bernama Wakefield belasan tahun lalu mengumumkan hasil risetnya bahwa autisme berhubungan dengan vaksinasi MMR (Measle, Mump and Rubella). Selang waktu kemudian, ditemukan bahwa penelitiannya dilakukan dengan cara yang salah, data yang diambil tidak konsisten, sehingga hasilnya mengandung unsur kebohongan. Para ahli yang membuktikan kebohongan Wakefield membuktikan, bahwa pengambilan data dilakukan tidak sesuai prosedur. Akibatnya, badan profesi menegur Wakefield, bahkan mencabut surat ijin prakteknya.

Dalam ilmu medis, membuat kesimpulan bahwa suatu obat benar-benar bermanfaat adalah hal yang rumit. Sejak keluarnya satu hipotesa, suatu zat disangka obat akan diteliti efeknya pada sel dalam tabung-tabung atau in vitro. Jika  hasilnya positif, maka riset berikutnya dilakukan pada makhluk hidup, misalnya pada tikus, mencit atau kelinci.

Banyak zat diduga obat kemudian ternyata berefek buruk bagi hewan coba ini, jika ini terjadi, riset dihentikan. Namun jika efeknya baik, maka zat dicobakan pada hewan yang lebih besar, dan seterusnya, hingga manusia.

Kita mungkin pernah menyaksikan sebuah film tentang riset obat antikanker payudara pada beberapa wanita secara sukarela. Secara etis, para wanita tersebut diberikan info bahwa ini baru tahap percobaan, sehingga mereka melakukannya dengan sadar bahwa zat tersebut mungkin menyembuhkan, namun pula mungkin berefek apapun.

Proses seperti ini juga dilalui oleh vaksin. Dan berbagai penelitian telah membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara vaksin, juga timerosal, dengan autisme. Sejak 2001, timerosal sudah tidak dipakai dalam vaksin, seperti MMR, Pneumococcal, polio dan influenza. Namun sejak saat itu, pasien autisme terus saja bermunculan.

Penulis: dr. Sari Kusuma

SuaraJakarta.co
Author: SuaraJakarta.co

Related Articles

Latest Articles