Kartini Dan Masa Depan Perempuan Indonesia

SuaraJakarta.co – DALAM rangka memperingati Hari Kartini, Rabu 22 April 2015 Ciputat Studies, sebuah forum diskusi selasar mahasiswa Ciputat, menggelar diskusi dengan tema “Peran Perempuan Dalam Pembangunan Bangsa”. Diskusi tersebut dihadiri oleh empat orang narasumber perempuan; Ervi al Ma’ani PB PMII, Farah Dina pemerhati kajian perempuan Internasional, Unaesah Rahmah dari Institut Darus Sunnah, dan Alfia Rohmah dari Women Movement Institute (WMI), lembaga yang konsen terhadap isu-isu feminis.

Narasumber pertama, Ervi al Ma’ani menyoroti kondisi sosial politik domestik yang relatif masih sangat terpengaruh dengan tradisi patriarkis. Ervi bahkan mengecam tradisi di Indonesia yang menganaktirikan kaum perempuan dalam kehidupan. “Kalau ada suami yang kerjanya menghambat cita-cita istrinya, melarang berkreasi dan lain-lain, itu lah tipikal suami yang ngajinya gak selesai”, tandasnya.

BACA JUGA  Pemuda Pendongkrak Bangsa..!!

Senada dengan Ervi, Farah Dina juga menyesalkan masih banyaknya ditemukan di masyarakat kaum pria yang melarang istrinya untuk berkarir. Lain halnya dengan Unaesah Rahmah, narasumber ketiga datang dengan analisis yang berbeda. Ia bahkan memulai materinya dengan mempertanyakan kenapa harus kartini yang disimbolkan sebagai patron gerakan perempuan, disamping sekian banyak pejuang perempuan yang menurutnya berkiprah lebih dari kartini.

“Jauh sebelum Kartini menulis buku Habis Gelap Terbitlah Terang, Indonesia sudah banyak memiliki pejuang-pejuang perempuan. Saya justru melihat tulisan kartini dan surat-suratnya tak lebih dari sekedar keresahan dan kritiknya terhadap tradisi nusantara”.

“Saya bahkan mencurigai Kartini yang bersekolah di sekolah Belanda, dan saling berkirim surat dengan kerabatnya di Eropa, feminisme kartini ini gak Indonesia banget. Sangat Western sentris”, tambahnya.

BACA JUGA  Buktikan, Penghapusan RSBI bukan Euforia Belaka!

Narasumber terakhir, alfia Rohmah juga memberikan kritik terhadap gerakan perempuan yang ia nilai masih sangat elitis dan tidak menyentuh jantung-jantung permasalahan perempuan di desa-desa. Diskusi berjalan hangat dan dialektis karna dihadiri oleh berbagai elemen mahasiswa, lalu ditutup dengan aksi bagi-bagi bunga mawar yang dipersembahkan untuk wanita-wanita Indonesia. Selamat Hari Kartini!

Penulis: Fitra Aditya Irsyam

SuaraJakarta.co
Author: SuaraJakarta.co

Related Articles

Latest Articles