Eksistensi KPK Dalam Menghadapi Permasalahan Korupsi di Indonesia

SuaraJakarta.co – INDONESIA adalah negara yang tak kunjung henti dilanda masalah, mulai dari bencana alam, BBM, hingga korupsi. Baru-baru ini Indonesia dihebohkan dengan masalah yang terjadi antara KPK dengan POLRI. Masalah perseteruan antara kedua lembaga penegak keadilan ini bukanlah yang pertama kali terjadi, sebelumnya Indonesia juga pernah dilanda oleh permasalahan yang serupa. Dampak yang terjadi di masyarakatpun tidak bisa kita hindarkan, sehingga banyak masyarakat yang beranggapan bahwa kedua lembaga negara tersebut sudah tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik.

Kita sebagai warga negara Indonesia tentunya tidak ingin sesama lembaga negara saling menjatuhkan, terlebih lembaga negara tersebut sama-sama memiliki fungsi sebagai alat untuk menjaga kestabilan negara. Sebagai contoh, kasus penangkapan terhadap wakil ketua KPK yang dilakukan oleh POLRI telah banyak menuai berbagai tanggapan pro dan kontra dari masyarakat. Sebagian masyarakat menganggap bahwa penangkapan yang dilakukan oleh POLRI terhadap wakil ketua KPK tersebut merupakan bagian dari adanya perang kepentingan. Namun, di sisi lain kita tidak tahu kebenaran yang mutlak seperti apa.

Jika kita melihat dari fungsi KPK sendiri adalah sebagai lembaga yang bertujuan untuk memberantas korupsi di Indonesia. Jadi alangkah lucunya jika anggota KPK sendiri yang melakukan kasus korupsi tersebut. Meskipun banyak isu dan tanggapan masyarakat yang menyudutkan KPK sebagai lembaga yang bersalah, namun itu semua baru hanya sekedar opini dan kita tidak tahu kebenaran yang mutlak seperti apa. Agar kita tidak terjebak oleh berbagai opini publik yang belum pasti kebenarannya, maka kita perlu tahu bagaimana latar belakang berdirinya KPK di Indonesia.

BACA JUGA  Ada 'Batman' Bela Ahok di Jakarta

Komisi Pemberantasan Korupsi atau yang sering kita sebut dengan KPK dibentuk pada tahun 2003 dengan tujuan untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini hadir berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK ini bukanlah lembaga pemberantas korupsi yang pertama ada di Indonesia. Komisi ini muncul karena banyak lembaga yang mempunyai tugas yang sama sebelumnya gagal menjalankan tugasnya dengan baik. Lembaga-lembaga pemberantas korupsi tersebut diantaranya, Tim Pemberantasan Korupsi (1967), Komisi Empat (Januari-Mei 1970), Operasi Penertiban (1977-1981), Tim Pemberantas Korupsi (1982), Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (1999), dan yang terakhir sebelum KPK berdiri adalah Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (2000-2001).

Semua lembaga di atas pada dasarnya memiliki visi yang sama yaitu untuk memberantas korupsi di Indonesia, namun sayangnya semua lembaga tersebut bubar karena banyak berbagai tekanan yang menyudutkan lembaga-lembaga tersebut sehingga pada akhirnya mereka dibubarkan. Jika kita amati dari semua lembaga pemberantas korupsi yang pernah ada di Indonesia, maka lembaga yang paling lama bertahan adalah KPK. Rasanya patut kita apresiasi peran dari KPK yang selama ini telah menjalankan fungsinya dengan baik, berkat adanya KPK banyak para koruptor yang diadili dan banyak kasus korupsi yang terungkap dan diproses. Sehingga, beberapa tahun terakhir KPK menjadi lembaga negara yang banyak disegani khususnya oleh para koruptor.

BACA JUGA  Manisnya Pare, Mau?

Dari data yang kita dapatkan di atas, maka tak heran bila begitu banyak oknum-oknum koruptor yang membenci KPK. Mereka takut dengan langkah KPK yang selalu berhasil menangkap para koruptor, sehingga banyak dari mereka bergabung membentuk sebuah kekuatan besar untuk menghancurkan KPK. Kita sebagai warga negara tentunya ingin agar negara ini bebas dari korupsi yang selama ini menjadi momok yang menakutkan dan merugikan bagi bangsa ini. Maka dari itu, selayaknya kita mendukung supaya KPK tetap ada dan bisa melanjutkan eksistensinya sebagai lembaga negara yang independen khususnya dalam pemberantasan masalah korupsi di Indonesia

Penulis: Aang Sanjaya, Mahasiswa Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran

SuaraJakarta.co
Author: SuaraJakarta.co

Related Articles

Latest Articles