Di Ujung Jalan Edelweiss

Oleh Mohamad Fadhilah Zein

Tahu kamu apa yang dinamakan cinta? Cinta itu seperti berlari mengejar sesuatu sehingga kita terengah-engah dibuatnya. Tahu kah engkau apa yang dimaksud dengan nafsu? Nafsu seiring dengan napas yang dihembuskan tersengal-sengal ketika kita mengejar kenikmatan yang kita yakini bahwa itu adalah benar-benar nikmat. Lalu bagaimana dengan asmara? Yakinlah bahwa asmara hadir ketika cinta dan nafsu berjalan seiring dalam regukan kenikmatan dan kita dibuat mabuk kepayang olehnya. Inilah kisah yang ingin aku tuturkan untuk anak manusia yang terlena dengan indahnya cinta, kemilaunya nafsu dan semerbaknya harum asmara.

******************

Aku berlari mengejar waktu yang tinggal lima belas menit lagi akan berakhir. Di sana, di sebuah tempat yang menjadi ajang perebutan 1.500 orang untuk meraih mimpi, hasrat, ambisi dan kekuasaan. Aku adalah bagian dari permainan yang tidak mengenal kalah. Kalah berarti berhenti, menang diartikan sebagai keharusan yang tidak jelas titik akhirnya.

BACA JUGA  Hipotesa Media Mainstream dan Umat Islam

Aku seorang pria mapan yang malang melintang di sebuah perusahaan periklanan bertaraf internasional. Lima belas tahun merupakan waktu yang tidak sebentar. Seperti hari-hari sebelumnya, aku berlomba menjadi yang pertama di kantor. Di kawasan segitiga emas kota Jakarta. Di tengah hiruk pikuknya ibukota.

Denyut nadi orang-orang yang bertarung untuk meraih asa. Sementara aktivitas manusia beragam dan bergerak dalam simfoni yang indah. Bagai dawai yang dipetik secara serampangan, tapi mampu menghilangkan nyanyian gundah. Alunan bunyi yang membuat sang penari tidak berhenti, senantiasa bergerak, hingga dia hilang, terbang dan akhirnya kembali ke titik awal.

Aku dipanggil Sam. Aku dipercaya sebagai Creative Visual Division Head. Sebuah jabatan yang diburu oleh para pecinta seni. Ambisi meluapkan keindahan mahakarya ke dalam sebuah komunikasi kreatif visual. Dengan sentuhan jiwa-jiwa kreatif, lahir keindahan yang dinikmati oleh mata-mata yang terbiasa dengan kelembutan dan kreativitas.

BACA JUGA  Hipotesa Media Mainstream dan Umat Islam

Langkahku memburu cepat. Ambisi menaklukkan tantangan begitu bergelora. Apa yang diharapkan oleh seorang karyawan sepertiku? Selain target yang terpenuhi, komentar-komentar baik dari atasan, kompensasi materi dan segudang senyuman rekan-rekan sejawat. Percayalah, aku pria mapan yang diincar gadis-gadis cantik berfisik menawan.

Gadis? Ah, aku teringat sesungging senyum Bernadette, si cantik berdarah campuran Jawa-Spanyol. Kecantikannya mampu melenakan siapa pun yang melihatnya.

Vionita Andara, adalah bidadari lain yang mampu menyihir para pemuda di kantor ini. Dia dijuluki violin karena lekuk tubuhnya yang indah. Wanita ini merupakan kesempurnaan ciptaan Tuhan di muka bumi. Aku teringat dengan ucapannya.

“Sam, aku mengagumi dirimu. Kamu adalah pria yang berbeda dari yang lain. Aku siap menjadi belahan jiwamu.”

SuaraJakarta.co
Author: SuaraJakarta.co

Related Articles

Latest Articles